HEMPAS RAMPAS ADVOKAT HITAM


“Advokat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran yang dilandasi oleh moral yang tinggi, luhur, dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik advokat, serta sumpah advokat (Kode Etik Advokat Indonesia, Pasal 2)”

Kehormatan, kebenaran, komitmen, integritas, dan professional adalah ramuan seorang advokat. Karena sejak dulu profesi ini dianggap sebagai profesi mulia (nobile officium). Karena itu, dalam bersikap tindak, seorang advokat haruslah menghormati hukum dan keadilan, sesuai dengan kedudukan seorang advokat sebagai “the officer of the court”.
Akan tetapi, ironisnya dalam kenyataanya, advokat merupakan profesi yang sangat dibenci oleh masyarakat. Tidak ada ungkapan lain yang paling pas untuk julukan advokat oleh masyarakat selain yang diungkapkan dalam drama William Shakespeare yang terkenal, yaitu: let’s kill all the lawyers (bunuh semua advokat). Bahkan, suatu penelitian menyimpulkan bahwa, semakin besar rasio antar jumlah advokat dan jumlah penduduk, semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi (Ronald E. Mallen, et al, 1989: 37).  Jadi, menurut riset tersebut eksistensi advokat dapat menjadi ancaman terhadap anjloknya pertumbuhan ekonomi walaupun banyak pertanyaan dan keraguan masih dapat diajuakan terhadap hasil riset tersebut.
Meskipun begitu, disadari pula sepenuhnya bahwa masyarakat di dunia manapun tidak akan berjalan normal tanpa kehadiran suatu profesi yang namanya advokat. Dengan demikian, untuk profesi advokat ini masyarakat umumnya “benci, tetapi butuh”.
Sejarah telah membuktikan bahwa hukum dan advokat (law and lawyer) menjadi unsur terpenting bagi suatu tatanan masyarakat, di belahan dunia manapun masyarakat tersebut berada. Masyarakat tidak mungkin akan bisa hidup dengan baik tanpa kehadiran law and lawyer.
Akan tetapi, tingkah laku para advokat sendirilah yang akhirnya menjadi salah satu sebab mengapa masyarakat membenci profesi advokat tersebut. Para advokat sendirilah yang mengubah wajah profesinya, dari semula profesi mulia (officium nobile) menjadi profesi yang dibenci, bahkan sebagian masyarakat memberikan label “advokat bajingan” atau “advokat hitam” sebagai lawan dari “advokat baik” atau “advokat putih”. Advokat hitam tersebut yang sebenarnya sering ikut dalam suatu sindikat yang disebut dengan “mafia pengadilan” d Indonesia ini.
Karena itu, untuk dapat mengembalikan citra advokat, organisasi advokat dan para advokat itu sendiri harus bekerja keras dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka tidak sehitam yang diduga banyak orang. Misalnya, tindakan yang dilakukan oleh salah satu organisasi advokat, yaitu Asosiasi Advokat Indonesia Jakarta, yang mengumandangkan Ikrar Anti Suap pada tanggal 01 Februari 2002.  (Munir Fuady, 2005; 8)

Jika kita menginginkan agar praktek hukum dapat berjalan tertib dan supremasi hukum dapat ditegakkan, hanya tersedia 1 (satu) kata bagi para advokat hitam: LAWAN!

by Indri Septiani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Idola _ KEVIN GUTOMO PUTRA :*

just posted